Ketika sesuatu terasa sulit untuk dimengerti, Bacalah!
Ketika sesuatu itu sulit untuk diucapkan, Tulislah!

.

3 Kata Ajaib

Sabtu, 10 September 2016 - 16.35.00


Kemarin, tepatnya beberapa minggu yang lalu.
Sewaktu mengantri di salah satu tempat pangkas rambut. 

Ada kejadian menarik yang menjadi pembelajaran hingga menjadi bahan tulisan untuk saya saat ini.


Sedang asyik menunggu antrian pangkas rambut sambil bermain gadget, tiba-tiba saja datang seorang ibu dengan membawa anaknya. Si ibu datang terburu-buru dan langsung memarahi tukang pangkasnya.


Penyebabnya, si ibu protes dengan hasil potongan rambut anaknya yang tidak sesuai seleranya.


Saya ingat si anak memang pangkas rambut di sini tetapi tadinya si anak bersama ayahnya dan yang meminta model rambut seperti itu adalah atas permintaan ayahnya sendiri. 

Si ibu yang baru tiba itu langsung marah-marah kepada bapak tukang pangkasnya dan mengatakan si tukang pangkas tidak pandai memotong rambut.

Saya dan beberapa orang di sana cuma bisa terdiam melihat fenomenal ini. 
Si anak yang masih polos juga ikut terdiam dan mengikuti arahan si ibu.

Si tukang pangkas sudah membela diri dengan mengatakan bahwa yang meminta model rambut seperti itu adalah ayahnya sendiri dan kenapa tidak ayahnya yang ikut mengantarkannya kembali. Namun si ibu tetap marah-marah dan mengoceh tidak jelas. Si ibu juga meminta potong ulang rambut anaknya agar modelnya berubah.

Entah apa yang salah dengan model rambutnya. Saya kira sudah standar untuk anak sekolah dasar.  

Saya salut dengan kesabaran si tukang pangkas. Dia tidak ingin marah dan melawan dengan permintaan 'aneh' pelanggan nya. Dia kembali mengambil gunting dan memperbaiki model rambut yang si ibu inginkan. Walaupun kelihatannya si bapak tetap menjaga emosinya agar tidak ikut keluar juga.


Selama masa perbaikan model rambut, si ibu masih juga memasang muka cemburut dan terkadang menggurutu tetap menyalahkan ketidak profesional-an pangkas rambut itu. Seakan-akan apa yang dikerjakannya selalu saja salah. 


Sepertinya, ketidak cocokan model rambut itu. seolah-olah si tukang pangkas telah melakukan kesalahan yang sangat besar. Hingga setelah selesaipun, si ibu pergi begitu saja tanpa mengucapkan 'terima kasih'. Padahal kesalahan itu juga bukan 100% kesalahan si tukang pangkas. 



Pelajaran yang saya ambil pada saat itu.
Si tukang pangkas memang mendalami istilah "Pelanggan adalah raja" dan si ibu telah mengajarkan saya bahwa "lelaki selalu salah" dalam berkomunikasi juga perlu atitude.


Yuuup...

Dalam berkomunikasi juga perlu menjaga atitude. Ada norma yang harus dijaga dalam berkomunikasi. Tidak asal bicara.

Mungkin itu salah satu dari ribuan masalah yang timbul dari tidak terjaganya mulut dalam berbicara.

Merasa selalu benar juga turut andil berpartisipasi dalam timbulnya masalah.

Untung saja ada salah satu pihak yang mengalah dan tetap sabar seperti itu.
Jika tidak ada yang mengalah dan saling beranggapan selalu benar, mungkin tindakan fisik dan bahkan perkelahian antar kampung akan terjadi di sana. :v


Makanya begitu istimewanya seseorang yang dapat menjaga ucapan dan lisannya. Mengeluarkan kata yang singkat dan bermakna. Jika tidak mampu menjaganya, diam adalah emas.

'Si ibu' mungkin belum pernah baca tentang 3 Kata Ajaib.
Bukan "Sim Salabim" ala jin, 

"Avada Kedavra" ala aladin,
ataupun "Expecto Patronum" ala Harry Potter.

Tetapi 3 kata sederhana yang sering didengar namun sangat jarang untuk diucapkan.
"Terima Kasih"
"Maaf"
"Tolong"

3 Kata Ajaib 

Jika saja pada saat itu si ibu mengucapkan 3 kata ajaib diatas. Mungkin akan berbeda ceritanya. Tidak akan ada perselisihan dan silaturahmi tetap terjaga.

Kata ajaib "maaf" dapat memunculkan sifat rendah hati.
Apalagi jika ditambah dengan kata yang mengakui kesalahan sendiri, 
kata "maaf" akan lebih mujarab dan akan berefek khusus. 
Salah satunya dapat meredakan emosi lawan bicara.

"Maaf.., ini adalah salah saya. Saya tidak akan mengulanginya"

"Maaf" juga bukan berarti kalah, malahan kata "maaf" dapat membuat lawan bicara kita malu. Malu karena ia tidak mau mengakui kesalahannya sendiri.

"Tolong" bukan berarti lemah.
Kata "Tolong" akan menyadarkan kita bahwa ada keterbatasan-keterbatasan pada diri yang membutuhkan orang lain untuk membantu menyelesaikan. Begitu juga sebaliknya.
Jadi ketika ada yang meminta bantuan kepadamu, bantulah ia.
Dan nanti ketika kita membutuhkan orang lain, ia telah siap membalasnya.

"Terima Kasih" mengajarkan kita untuk menghargai setiap pertolongan sekecil apapun.
"Terima Kasih" sering terlupa atau terabaikan karena ego.
Sebab "Terima Kasih" sulit diucapkan karena membutuhkan ketulusan.

Semoga tulisan ini juga memberikan manfaat. Tulisan ini juga menjadi catatan untuk diri saya sendiri. Karena yang menulis tidak lebih baik dari yang membaca.

Terakhir,
Jangan pernah lupa bilang "Terima Kasih"
Jangan pernah gengsi bilang "Maaf"
dan Jangan pernah terlalu sombong untuk bilang "Tolong"

"Terima kasih" telah membaca tulisan ini.
"Maaf" jika ada kesalahan penulisan.
Dan "Tolong" koreksi tulisan ini dan berkunjung kembali. 

Terima kasih (lagi)... :v

----------------------------------

Share :

----------------------------------

Previous
Next Post »
Comments
0 Comments
Facebook Comments by Salmansyuhada