Ketika sesuatu terasa sulit untuk dimengerti, Bacalah!
Ketika sesuatu itu sulit untuk diucapkan, Tulislah!

.

Semula Agama Dipahami dan Selanjutnya Segera Dijalankan

Minggu, 20 Maret 2016 - 19.55.00

Bagi para  pemeluknya agama dipandang  sedemikian indah dan diyakini kebenarannya. Agama berbicara tentang Tuhan, tentang penciptaan, tentang manusia, tentang alam, dan tentang keselamatan. Banyak sekali ilmu pengetahuan yang telah dihasilkan  oleh manusia dari berbagai usahanya. Tetapi ilmu yang dimaksud  bukan menyangkut tentang Tuhan.  Ilmu yang berhasil ditemukan itu hanya terbatas, yaitu hanya tentang hal yang bisa dipikirkan dan dilihat oleh manusia. Sementara Tuhan tidak bisa dipikirkan dan apalagi dilihat. Ilmu tentang Tuhan hanya bisa diperoleh melalui kitab suci  dan Rasul atau utusan-Nya.


Dengan berbagai usahanya, manusia bisa memahami dirinya dan juga orang lain. Akan tetapi pemahaman tentang dirinya  sendiri itu juga sangat terbatas. Manusia hanya mampu memahami aspek-aspek yang bersifat fisik atau lahiriyah. Sementara aspek lainnya, misalnya menyangkut asal muasalnya, keharusan melakukan  apa saja semasa hidup, dan kehidupan yang sedang dijalani akan   berakhir  ke mana,  ternyata  tidak berhasil diketahui. Demikian pula, tentang apa sebenarnya yang menggerakkan dirinya sendiri, ternyata juga tidak diketahuinya secara jelas. Kadangkala manusia sangat mencintai, membenci, marah, merasa hatinya tidak enak terhadap sesuatu yang sebenarnya tanpa sebab. Hal demikian itu, yang bersangkutan  saja tidak bisa menjelaskannya.

Berbagai ilmu tentang perilaku manusia telah berhasil disusun, seperti ilmu sosiologi, ilmu psikologi, ilmu sejarah, antropologi, dan bahkan kemudian ilmu dasar itu berkembang menjadi  ilmu yang lebih bersifat terapan seperti  ilmu ekonomi, ilmu politik, ilmu pendidikan, ilmu hukum, dan lain-lain, tetapi semua ilmu dimaksud  juga belum sepenuhnya mampu menjelaskan tentang dirinya sendiri dan  atau tentang manusia pada umumnya. Berbagai hasil pemikiran dan juga penelitian yang dilakukan di berbagai tempat, di kampus-kampus, di pusat penelitian tentang manusia, ternyata juga masih belum sepenuhnya berhasil untuk  memahami manusia.

Manusia berkeinginan  meraih keselamatan  dan juga kebahagiaan. Namun jangankan mereka berhasil merumuskan cara-cara meraih keselamatan dan kebahagiaan itu secara komprehensif dan mendalam, sekedar mendifinisikan  pengertian  selamat dan bahagia saja ternyata  masih gagal. Sementara orang mengira bahwa kebahagiaan dan keselamatan itu hanya akan  diraih manakala ilmu pengetahuan dan teknologi berhasil dikembangkan  semaksimal mungkin. Mendasarkan pada pandangan itu, maka ilmu pengetahuan  dan teknologi, oleh berbagai kalangan, dikembangkan seluas-luasnya. Mereka berpandangan bahwa hanya dengan ilmu dan teknologi, maka kebahagiaan itu akan berhasil diraih.  

Dampak dari  kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi luar biasa terhadap kehidupan manusia. Namun di balik keberhasilan itu, tidak sedikit  menjadikan  orang  kehilangan sifat kemanusiaannya.  Banyak orang stress disebabkan oleh temuan teknologi baru.  Lebih dari itu, dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dunia seolah-olah menjadi kecil dan sempit. Akibatnya, banyak orang kemudian menjadi saling berebut, berkompetisi, konflik, dan bahkan saling berperang hingga  ribuan, ratusan ribu, dan bahkan jutaan orang meninggalkan negaranya, cacat, dan bahkan mati. Tuduh menuduh, saling menyalahkan, dan sejenenisnya menjadi tidak bisa terelakkan. Akhirnya, keselamatan dan kebahagiaan menjadi terasa semakin jauh untuk diraihnya secara bersama-sama. 

Kehadiran agama sedianya adalah  agar manusia menjadi bersatu, saling mengenal, memahami, menghormati, saling berkasih sayang di antara sesama, dan saling tolong menolong, namun pada kenyataannya, mereka sama-sama lebih mementingkan diri sendiri, kelompoknya, negaranya, dan bahkan ada usaha-usaha agar yang lain menjadi  binasa. Saling berebut, menjatuhkan, dan membunuh terjadi di mana-mana. Dengan berdalih menegakkan hak-hak azasi manusia, mencegah terjadinya teror, dan semacamnya, malah justru melanggar apa yang diperjuangkan itu. Di dalam al Qur’an disebut bahwa manusia memang selalu berbuat aniaya. 

Gambaran tersebut sebenarnya mungkin saja terjadi sebagai akibat dari cara menangkap agama yang dilakukan masih belum  sebagaimana  semestinya. Tegasnya ada sesuatu yang kurang tepat dalam menyikapi agama. Menangkap agama disamakan dengan lainnya, ilmu pengetahuan, misalnya.  Ajaran agama berasal dari Tuhan melalui utusan-Nya. Tatkala turun ayat al Qur’an maka sahabatnya berusaha memahami dan bahkan oleh sementara di antaranya berusaha  menghafalkannya. Setelah ajaran agama itu dipahami, kemudian segera dijadikan pedoman hidupnya atau diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.  Ayat-ayat al Qur’an yang  turun melalui  Rasulullah tidak pernah dijadikan bahan perdebatan.  Dalam sejarahnya, tidak pernah ada pengikut Nabi yang setelah mendengar ayat al Qur’an turun  segera  mengajak  memperdebatkannya. Ketika itu, apa saja yang dianggap sebagai wahyu, segera diterima dan dijadikan pedoman. Demikian pula, apa yang dilakukan oleh Nabi, maka itulah yang berusaha dikerjakan oleh para pengikutnya.           

Rupanya hal demikian tersebut berbeda dengan keadaan pada masa-masa selanjutnya, dan apalagi sekarang ini. Banyak orang berdebat dan berbantah tentang ayat al Qur’an dan hadits Nabi. Perbantahan itu mungkin saja dianggap benar dengan berbagai argumentasinya. Bahkan hingga terjadi, belajar agama kepada seseorang bukan lagi  ingin mendengarkan dan atau memperoleh penjelasan melainkan untuk mengajak gurunya  berdebat terlebih dulu. Antara guru dan murid seolah-olah dibolehkan untuk saling berdebat dan atau berbantah. Akibatnya, terjadi perbedaan pandangan, pendapat, dan pemikiran dan yang kemudian  berujung pada perpecahan di antara umat yang selalu tidak mudah disatukan kembali. Berbagai aliran, madzhab, kelompok, organisasi keagamaan itu, di antaranya adalah  bermula dari  kegiatan memperdebatkan ajaran agama itu sendiri.

Agama yang seharusnya menjadi pendorong agar di antara sesama saling mengenal, saling memahami, saling menghargai, menyayangi dan agar berbuah saling tolong menolong, menjadi tidak terwujud. Perpecahan dan bahkan konflik antar aliran atau kelompok dianggap hal biasa. Bahkan ada fenomena  aneh, yaitu setelah mereka berdebat dan beradu argumentasi, maka  menganggap bahwa dirinya  sudah menjalankan agamanya. Padahal agama seharusnya bukan dijadikan bahan perdebatan atau bahan perbantahan, melainkan semestinya  dijadikan petunjuk agar kehidupan menjadi damai, sejahtera, dan agar meraih kebahagiaan yang sebenarnya. Rupanya banyak orang lebih tertarik dan sibuk menjadikan ajaran agama sebagai bahan perdebatan dan atau perbantahan dibanding menjadi pedoman dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Padahal ajaran agama seharusnya dijalankan atau dijadikan pedoman hidup dan bukan diperbantahkan. Wallahu a’lam

Sumber : Prof. Imam Suprayogo

----------------------------------

Share :

----------------------------------

Previous
Next Post »
Comments
0 Comments
Facebook Comments by Salmansyuhada